Drop Down MenusCSS Drop Down MenuPure CSS Dropdown Menu

Selasa, 05 Juli 2016

Ibadah Yang Tertolak









Ibnu Mubarak bercerita tentang seorang laki-laki yang bernama Khalid bin Ma’dan, dimana ia pernah bertanya kepada Mu’adz bin Jabal (sahabat Rasulullah SAW).

“Wahai Mu’adz! Ceritakanlah kepadaku suatu kisah yang telah engkau dengar langsung dari Rasulullah, suatu kisah yang engkau hafal dan selalu engkau ingat setiap hari karena sangat mendalamnya kisah tersebut. Kisah manakah menurut engkau yang paling penting?”

Kemudian, Khalid bin Ma’dan menggambarkan keadaan Mu’adz sesaat setelah ia mendengar permintaan tersebut: “Mu’adz langsung menangis sehingga aku menduga bahwa beliau tidak akan pernah berhenti menangis. Kemudian, setelah beliau berhenti menangis, berkatalah Mu’adz: Baiklah aku akan menceritakannya. Betapa rinduku kepada Rasulullah, ingin rasanya aku segera bersua dengan beliau.”


Selanjutnya Mu’adz bin Jabal mengisahkan sebagai berikut: “Ketika aku mendatangi Rasulullah SAW, beliau sedang menunggangi unta dan beliau menyuruhku untuk naik di belakang beliau. Maka berangkatlah aku bersama beliau dengan mengendarai unta tersebut. Sesaat kemudian beliau menengadahkan wajahnya ke langit, kemudian Rasulullah SAW: Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah yang memberikan ketentuan (qadha) atas segenap makhluk-Nya menurut kehendak-Nya, ya Mu’adz!”

“Wahai Mu’adz! Sekarang akan aku ceritakan kepadamu suatu kisah, jika engkau mengingat dan tetap menjaganya maka (kisah) ini akan memberi manfaat kepadamu di hadapan Allah, dan jika engkau melalaikan dan tidak menjaga (kisah) ini maka kelak di hari kiamat, hujjahmu akan terputus di hadapan Allah Ta’ala!”

“Wahai Mu’adz! Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menciptakan tujuh malaikat sebelum Dia menciptakan tujuh langit dan bumi. Pada setiap langit tersebut ada satu malaikat yang menjaga khazanah, dan setiap pintu dari pintu langit tersebut dijaga oleh seorang malaikat penjaga, sesuai dengan kadar dan keagungan pintu tersebut.

Maka naiklah Hafadzah (malaikat penjaga amal) dengan membawa amal seorang hamba yang telah ia lakukan semenjak subuh. hingga petang hari. Amal tersebut tampak bersinar dan menyala bagaikan sinar matahari sehingga ketika Hafadzah membawa naik amal tersebut hingga ke langit dunia, mereka memuji amal tersebut. Dan ketika mereka sampai di pintu langit pertama, berkatalah malaikat penjaga pintu kepada Hafadzah: “Pukulkanlah amal ini ke wajah pemiliknya! Akulah yang mengawasi perbuatan ghibah (menggunjing orang lain), aku telah diperintahkan oleh Rabbku untuk tidak membiarkan amal ini melewatiku menuju ke langit yang berikutnya!”

Kemudian naiklah pula Hafadzah yang lain dengan membawa amal shalih di antara amal seorang hamba. Amal shalih itu bersinar sehingga mereka memujinya. Sehingga ketika amal tersebut sampai di pintu langit kedua, berkatalah malaikat penjaga pintu kepada Hafadzah: “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal ini ke wajah pemiliknya, karena ia dengan amalannya ini hanyalah menghendaki dunia belaka! Akulah malaikat pengawas kemegahan, aku telah diperintahkan oleh Rabbku untuk tidak membiarkan amal ini melewatiku menuju ke langit berikutnya, sesungguhnya orang tersebut senantiasa memegahkan dirinya terhadap manusia sesamanya di lingkungan mereka!” Maka seluruh malaikat melaknat orang tersebut hingga petang hari.

Dan naiklah Hafadzah dengan membawa amal seorang hamba yang lain. Amal tersebut demikian memuaskan dan memancarkan cahaya yang jernih, berupa shadaqah, shalat, shaum, dan berbagai amal bakti yang lainnya. Kecemerlangan amal tersebut telah membuat Hafadzah takjub melihatnya, mereka pun memujinya. Hingga sampailah mereka di pintu langit ketiga, maka berkatalah malaikat penjaga pintu kepada Hafadzah: “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal ini ke wajah pemiliknya! Akulah malaikat pengawas kesombongan, aku telah diperintahkan oleh Rabbku untuk tidak membiarkan amal seperti ini lewat di hadapanku menuju ke langit berikutnya! Sesungguhnya pemilik amal ini telah berbuat takabbur di hadapan manusia!”

Kemudian naiklah Hafadzah lainnya dengan membawa amal seorang hamba yang sangat cemerlang dan terang benderang bagaikan bintang yang gemerlap. Kegemerlapan amal tersebut berasal dari tasbih, shalat, shaum, haji dan umrah.

Diangkatlah amalan tersebut hingga ke pintu langit keempat, dan berkatalah malaikat penjaga pintu langit kepada Hafadzah: “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal ini ke wajah, punggung, dan perut dari si pemiliknya! Akulah malaikat pengawas ujub (bangga diri), aku telah diperintahkan oleh Rabbku untuk tidak membiarkan amalan seperti ini melewatiku menuju ke langit berikutnya! Sesungguhnya si pemilik amal ini jika mengerjakan suatu amal perbuatan maka terdapatujub (bangga diri) di dalamnya!”

Kemudian naiklah Hafadzah dengan membawa amal seorang hamba hingga mencapai ke langit kelima, amalan tersebut bagaikan pengantin putri yang sedang diboyong menuju ke suaminya. Begitu sampai ke pintu langit kelima, amalan yang sangat baik berupa jihad, haji dan umrah yang cahayanya menyala bagaikan sinar matahari. Maka berkatalah malaikat penjaga pintu kepada Hafadzah: “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal ini ke wajah pemiliknya dan pikulkanlah pada pundaknya! Akulah malaikat pengawas hasad (dengki), sesungguhnya pemilik amal ini senantiasa menaruh rasa dengki (hasad) dan iri hati terhadap sesama yang sedang beramal serupa dengan amalannya, dan ia pun juga senantiasa hasad kepada siapapun yang berhasil meraih ridha Allah dengan berusaha mencari-cari kesalahannya! Aku telah diperintahkan oleh Rabbku untuk tidak membiarkan amalan seperti ini melewatiku untuk menuju ke langit berikutnya!”

Kemudian naiklah Hafadzah dengan membawa amal seorang hamba yang memancarkan cahaya terang benderang seperti cahaya matahari, berasal dari amalan menyempurnakan wudhu, shalat yang banyak, zakat, haji, umrah, jihad, dan shaum. Amal ini mereka angkat hingga mencapai pintu langit keenam. Maka berkatalah malaikat penjaga pintu ini kepada Hafadzah: “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal ini ke wajah pemiliknya, sesungguhnya sedikitpun ia tidak berbelas kasih kepada hamba Allah yang sedang ditimpa musibah atau ditimpa sakit, bahkan ia merasa senang dengan hal tersebut! Akulah malaikat pengawas sifat rahmah (kasih sayang), aku telah diperintahkan oleh Rabbku untuk tidak membiarkan amal seperti ini melewatiku menuju ke langit berikutnya!”

Dan naiklah Hafadzah dengan membawa amal seorang hamba yang lain, amal berupa shaum, shalat, infaq, jihad, dan wara’ (memelihara diri dari perkara yang haram dan syubhat/meragukan). Amalan tersebut mendengung seperti dengungan suara lebah, dan bersinar seperti sinar matahari. Dengan diiringi oleh tiga ribu malaikat, diangkatlah amalan tersebut hingga mencapai pintu langit ketujuh. Maka berkatalah malaikat penjaga pintu kepada Hafadzah: “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amalan ini ke wajah pemiliknya, pukullah anggota badannya dan siksalah hatinya dengan amal perbuatannya ini! Akulah malaikat pengawas sum’ah (ingin terkenal). Akulah yang akan menghijab dari Rabbku segala amal yang dikerjakan tidak demi mengharap Rabbku! Sesungguhnya orang itu dengan amal ini lebih mengharapkan selain Allah Ta’ala, ia dengan amalannya ini lebih mengharapkan ketinggian posisi (status) di kalangan manusia, lebih mengharapkan penyebutan (pujian) di kalangan manusia, dan lebih mengharapkan nama baik di mata manusia! Aku telah diperintahkan oleh Rabbku untuk tidak membiarkan amalan seperti ini lewat di hadapanku! Setiap amal perbuatan yang tidak dilakukan dengan ikhlas karena Allah Ta’ala adalah suatu perbuatan sia-sia, dan Allah tidak akan menerima segala amal orang yang munafik!”

Kemudian naiklah Hafadzah dengan membawa amal perbuatan seorang hamba berupa shalat, zakat, shaum, haji, umrah, berakhlak baik, diam, dan dzikrullah. Seluruh malaikat langit mengumandangkan pujian atas amal tersebut, dan diangkatlah amalan tersebut dengan melampaui seluruh hijab menuju ke hadapan Allah Ta’ala. Hingga sampailah di hadapan-Nya, dan para malaikat memberi kesaksian kepada-Nya bahwa ini merupakan amal shalih yang dikerjakan secara ikhlas karena Allah Ta’ala.

Maka berkatalah Allah Ta’ala kepada al-Hafadzah, “Kalian adalah para penjaga atas segala amal perbuatan hamba-Ku, sedangkan Aku adalah Ar-Raqib, Yang Maha Mengawasi atas segenap lapisan hati sanubarinya! Sesungguhnya ia dengan amalannya ini tidaklah menginginkan Aku dan tidaklah mengikhlaskannya untuk-Ku! Amal perbuatan ini ia kerjakan hanya demi mengharap sesuatu yang selain Aku! Aku yang lebih mengetahui ihwal apa yang diharapkan dengan amalannya ini! Maka baginya laknat-Ku, karena ini telah menipu orang lain dan telah menipu kalian, tapi tidakklah ini dapat menipu Aku! Akulah Yang Maha Mengetahui perkara yang ghaib, Maha Melihat segala apa yang ada di dalam hati, tidak akan samar bagi-Ku setiap apapun yang tersamar, tidak akan tersembunyi bagi-Ku setiap apa pun yang bersembunyi! Pengetahuan-Ku atas segala apa yang akan terjadi adalah sama dengan pengetahuan-Ku atas segala yang baqa (kekal), pengetahuan-Ku tentang yang awal adalah sama dengan Pengetahuan-Ku tentang yang akhir! Aku lebih mengetahui perkara yang rahasia dan lebih halus, maka bagaimana Aku dapat tertipu oleh hamba-Ku dengan ilmunya? Bisa saja ia menipu segenap makhluk-Ku yang tidak mengetahui, tetapi Aku Maha Mengetahui Yang Ghaib, maka baginya laknat-Ku!”

Maka berkatalah malaikat yang tujuh dan 3000 malaikat yang mengiringi: “Ya Rabbana! tetaplah laknat-Mu baginya dan laknat kami semua atasnya!” Maka seluruh penghuni langit menjatuhkan laknat kepadanya.

Setelah mendengar semua itu dari lisan Rasulullah SAW, maka menagislah Mu’adz dan berkata, “Wahai Rasulullah! Engkau adalah utusan Allah sedangkan aku hanyalah seorang Mu’adz, bagaimana aku dapat selamat dan terhindar dari apa yang telah engkau sampaikan ini?”

Berkatalah Rasulullah saw: “Wahai Mu’adz! Ikutilah Nabimu ini dalam soal keyakinan sekalipun dalam amalmu terdapat kekurangan. Wahai Mu’adz! Jagalah lisanmu dari menggunjing para pemikul Al-Qur'an. Tahanlah dirimu dari keinginan menjatuhkan manusia dengan apa yang kamu ketahui ihwal aibnya! Janganlah engkau menyucikan dirimu dengan jalan menjelekkan saudaramu! Janganlah engkau meninggikan dirimu dengan cara merendahkan saudaramu! Pikullah sendiri aibmu dan jangan engkau bebankan kepada orang lain.”

“Wahai Mu’adz! Janganlah engkau masuk ke dalam perkara duniamu dengan mengorbankan urusan akhiratmu! Janganlah berbuat riya’ dengan amalmu agar diketahui oleh orang lain dan janganlah engkau bersikap takabbur di majelismu sehingga manusia takut dengan sikap burukmu!”

“Janganlah engkau berbisik dengan seseorang sementara di hadapanmu ada orang lain! Janganlah engkau mengagungkan dirimu di hadapan manusia, karena akibatnya engkau akan terputus dari kebaikan dunia dan akhirat! Janganlah engkau berkata kasar di majelismu dan janganlah engkau merobek manusia dengan lisanmu, sebab akibatnya di hari kiamat kelak tubuhmu akan dirobek oleh anjing neraka Jahannam!”

“Wahai Mu’adz! Apakah engkau memahami makna firman Allah Ta’ala: Demi malaikat yang mencabut nyawa dengan lemah lembut!’ (QS An-Nazi’at: 2)? Aku berkata: “Demi bapakku, engkau, dan ibuku! Apakah itu wahai Rasulullah?”

Rasulullah SAW bersabda, “Anjing di dalam neraka yang mengunyah daging manusia hingga terlepas dari tulangnya!” Aku berkata, “Demi bapakku, engkau, dan ibuku! Ya Rasulullah, siapakah manusia yang bisa memenuhi seruanmu ini sehingga terhindar dari kebinasaan?”

Rasulullah SAW menjawab, “Wahai Mu’adz, sesungguhnya hal itu sangat mudah bagi siapa saja yang diberi kemudahan oleh Allah Ta’ala! Dan untuk memenuhi hal tersebut, maka cukuplah engkau senantiasa berharap agar orang lain dapat meraih sesuatu yang engkau sendiri mendambakan untuk dapat meraihnya bagi dirimu, dan membenci orang lain ditimpa oleh sesuatu sebagaimana engkau benci jika hal itu menimpa dirimu sendiri! Maka dengan ini wahai Mu’adz engkau akan selamat, dan pasti dirimu akan terhindar!”

Khalid bin Ma’dan berkata: “Mu’adz bin Jabal sangat sering membaca kisah ini sebagaimana seringnya beliau membaca Al-Qur’an, dan sering mempelajari kisah ini sebagaimana seringnya beliau mempelajari Al-Qur’an di dalam majelisnya.”

Jadi, yang harus diingat dalam kisah ini adalah selama dalam beribadah kita masih berdasar pada kebanyakan orang atau hawa nafsunya bukan atas dasar ketaatan kepada Allah SWT, maka sia-sialah seluruh amalnya meskipun amalnya baik seperti shalat, zakat, shaum, haji, dan sebagainya
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar