Drop Down MenusCSS Drop Down MenuPure CSS Dropdown Menu

Selasa, 30 September 2014

Peta Al-Qur'an Di Yaman




Yaman termasuk negara miskin dibandingkan negara-negara Arab lainnya. Namun, negara ini memiliki banyak keistimewaan. Beberapa tempat di wilayahnya diabadikan Allah SWT dalam Al-Qur’an. 

Negeri ini pernah menjadi pusat pemerintahan kerajaan yang berperadaban tinggi seperti Saba', Osan, Mu`in, Hadramaut dan Himyar. Karenanya, tak salah jika negeri di ujung tenggara Jazirah Arabia ini disebut negeri nenek moyang Arab.

Di negeri ini dulunya terdapat bendungan yang sangat terkenal bernama Ma`rib. Bendungan ini pernah jebol yang menyebabkan banjir bandang. Sebagian besar penduduknya kemudian mengungsi ke seantero wilayah Arab lainnya.

Selain itu, Yaman juga sering diduduki oleh kerajaan-kerajaan sekitar seperti kerajaan Habshah (Ethiopia sekarang) yang salah satu penguasanya bernama Abrahah.

1. Ka'bah tandingan

 
 
Ketika berbicara tentang Sana'a (ibukota Yaman), maka kita akan teringat sejarah tentang tentara gajah yang berada di bawah Abrahah (petinggi Habshah). Dia pernah membuat Ka`bah tandingan di dalam kota kuno Yaman (Babul Yaman). Tujuannya untuk mengalihkan perhatian orang-orang Arab agar tidak lagi mengunjungi Ka`bah di kota suci Makkah. Dengan kehendak Allah, strategi ini gagal sehingga ia bersama tentaranya menyerang Ka`bah di Makkah. 
 
Ka`bah tandingan itu ternyata tinggal bekasnya saja, dalam bentuk lubang besar bundar yang hanya dipagari kawat berduri. Pada papan namanya tertulis korratul qelis (bangunan bundar).
 
Kisah mengenai Abrahah ini telah diabadikan dalam Al-Qur'an yaitu surat Al-Fiil ketika Abrahah menyerang Ka'bah, namun Allah SWT melindunginya lewat tentara burung Ababil yang membawa batu panas dari neraka.
 
2.  Saba'
 

Saba’ adalah sebuah kerajaan di abad klasik yang berdiri sejak 1300 SM, terletak di wilayah Yaman saat ini. Peradaban negeri Saba’ benar-benar sesuatu yang fenomenal dan menakjubkan bagi siapa saja yang mengetahui kisahnya.
 
Kerajaan Saba’ terkenal dengan hasil alamnya yang melimpah, negara tetangga pun banyak berhijrah dan bermitra dengan mereka. Perekonomian mereka begitu menggeliat dan sangat dinamis. Allah SWT berfiman mengabarkan tentang kemakmuran kaum Saba’: “Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Allah) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun, di sebelah kanan dan di sebelah kiri.” (QS. Saba’: 15)
 
Sebelum Ratu Bilqis masuk Islam, kaum Saba’ menyembah matahari dan bintang. Setelah ia memeluk Islam, maka kaumnya pun berbondong-bondong memeluk Islam yang didakwahkan oleh Nabi Sulaiman as.

Sampai kurun waktu tertentu, kaum Saba’ tetap mentauhidkan Allah SWT. Namun kemudian, mereka kembali ke nenek moyang mereka, menyembah matahari dan bintang. Allah SWT telah mengutus tiga belas orang rasul kepada mereka (Tafsir Ibnu Katsir, 6: 507), akan tetapi mereka tetap tidak mau kembali mentauhidkan Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Allah pun mencabut kenikmatan yang telah Dia anugerahkan kepada mereka.

“Tetapi mereka berpaling, maka kami datangkan kepada mereka banjir al-‘arim.” (QS Saba’: 16)

3. Bendungan Ma'rib

Ilustrasi : Bendungan Saba [Wiki] 

Mulanya, air sungai mengalir begitu saja dari tempat yang sangat jauh tanpa mereka manfaatkan. Ada yang menyebutkan hampir tujuh puluh cabang anak sungai yang mengalir di sekeliling mereka. Penguasa Himyar yang memerintah saat itu menawarkan kepada rakyatnya untuk membuat bendungan sebagai tempat yang menampung dan mengatur sirkulasi air tersebut. Rakyat menerima dan mulai bekerja sama membuat bendungan tersebut dengan batu dan besi. Di beberapa tempat mereka membuat saluran untuk mengatur sirkulasi air ke sawah ladang mereka, sehingga air itu benar-benar tersebar merata.

Tinggi bendungan ini ada yang mengatakan 16 m, sedangkan lebarnya 60 m dan panjangnya 620 m. Tetapi, melihat keadaan yang senantiasa menyenangkan itu, tumbuhlah dalam hati mereka keyakinan seakan-akan kerajaan mereka tidak mungkin ada yang dapat menghancurkannya. Sedikit demi sedikit, mereka mulai menyembah matahari. Mereka merasa, mataharilah yang memberi kehidupan bagi mereka.

Ibnu ‘Abbas ra dan yang lain menyebutkan, ketika Allah SWT hendak menimpakan hukuman-Nya atas kekafiran mereka, dengan mengirimkan banjir besar kepada mereka, Dia mengirimkan seekor binatang sebangsa tikus yang menggerogoti bendungan itu. Sejarawan muslim, Ibnu Munabbih menjelaskan: penduduk Saba’ telah mendapati dalam kitab mereka bahwa bendungan itu akan dihancurkan oleh binatang sebangsa tikus, maka mereka menyiapkan kucing untuk menangkap tikus tersebut.

Tetapi, ketika waktu datangnya bencana itu sudah tiba, kucing yang mereka persiapkan tidak mampu menangkap tikus yang lari memasuki celah bendungan lalu menggerogoti bendungan itu.
Tidak lama setelah itu, air pun menjebol dinding bendungan lalu menelan semua yang dilaluinya. Kebun-kebun yang hijau dengan buah-buahan yang rimbun hancur luluh. Pohon-pohon di kiri kanan wadi itu menjadi kering, mati. Kebun-kebun itu akhirnya ditumbuhi pohon atsl yang rasanya pahit dan sedikit pohon sidr (bidara).

Allah SWT berfirman: “Maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun-kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl, dan sedikit dari pohon Sidr. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka, dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir.” (QS Saba’: 16-17)

Negeri Saba’ hancur. Bendungan itu pun akhirnya tinggal puing-puing yang tidak berguna. Sawah, ladang, manusia, dan ternak binasa. Ayah kehilangan anaknya, atau sebaliknya, dan istri kehilangan suaminya, demikian sebaliknya. Penduduk Saba’ pun pindah mencari tempat tinggal yang lain.
Mereka menyebar ke negeri-negeri lain. Kebanyakan mereka pindah ke utara semenanjung Arab dan pantai timurnya serta wilayah Syam dan Irak. Termasuk yang eksodus ialah Aus dan Khazraj yang menetap di Yatsrib (sekarang Madinah), Ghassan yang mendirikan kerajaan di Syam, juga Lakhm yang mendirikan kerajaan di Irak, dan bani ‘Abd Qais yang mendirikan daulah ‘Amman.
Menurut sebagian ahli sejarah, penyebaran itu terjadi 400 tahun sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diutus.
 
4. Tanah Gosong
 
 
Dalam tafsir Ibnu Katsir, awalnya tanah ini adalahsebuah kebun nan subur. Pemilik kebun nan subur ini ingkar akan nikmat Allah, karena tidak mau lagi memberikan sebagian hasilnya kepada fakir miskin setelah ayah mereka meninggal dunia.
 
Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya Kami telah menguji mereka (musyrikin Mekah), sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah, bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil)nya di pagi hari. Dan mereka tidak menyisihkan (hak fakir miskin). Lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Rabb-mu, ketika mereka sedang tidur. Maka jadilah kebun itu hitam, seperti malam yang gelap gulita. Lalu mereka panggil memanggil di pagi hari: 'Pergilah di waktu pagi (ini) ke kebunmu, jika kamu hendak memetik buahnya'. Maka pergilah mereka, saling berbisik-bisikan: 'Pada hari ini, janganlah ada seorang miskin-pun yang masuk ke dalam kebunmu'. Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin), padahal mereka mampu (menolongnya). Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata: 'Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat (jalan), bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya)'. Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka: 'Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Rabb-mu)'. Mereka mengucapkan: 'Maha Suci Rabb-kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim'. Lalu sebagian mereka menghadapi sebagian yang lain, seraya cela-mencela. Mereka berkata: 'Celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampaui batas. Mudah-mudahan Rabb kita memberi ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Rabb kita'. Seperti itulah azab (dunia). Dan sesungguhnya, azab akhirat lebih besar, jika mereka mengetahui." (QS Al-Qalam: 17-33).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar